Rss Feed
  1. Oleh:

    Sari Riantika Damayanti



    I. Pendahuluan

    Dalam terminologi Kellner, budaya diartikan sebagai bentuk kegiatan yang partisipatif yakni tempat manusia membangun masyarakat dan identitas mereka. Lalu muncul budaya media, suatu istilah untuk menjelaskan budaya yang dikreasi oleh media. Dijelaskan bahwa budaya media memberikan bahan bagi seseorang untuk membangun identitas dimana mereka memasukkan diri ke dalam masyarakat tekno-kapitalis dan yang tengah memproduksi bentuk baru budaya global.


    Budaya media merupakan sebuah bentuk budaya komersial yang produknya adalah komoditas dan juga merupakan budaya berteknologi tinggi serta sektor ekonomi yang bergairah. Budaya baru adalah sebuah bentuk tekno budaya yang menggabungkan teknologi dan budaya dalam kofigurasinya. Budaya baru juga berperan mendramatisasi dan mengabsahkan kekuatan pihak yang berkuasa dan sebagai sumber kependidikan. Untuk hal ini, diperlukan kemampuan literat terhadap media untuk dapat memahami, menganalisa, dan cara pandang teoritis mengenai budaya media.

    II. Perang Teori dan Kajian Kultural

    Disebutkan jika pada tahun 1960-an adalah era dimana terjadi kekacauan sosial yang berkepanjangan bahkan hingga saat ini. Dan era ini menghasilkan suatu kondisi perang budaya yang hebat antara paham liberal, konservatif, dan radikal untuk menata ulang budaya dan masyarakat sesuai tujuan mereka masing-masing. Dilanjutkan terjadinya resesi ekonomi di seluruh dunia di sepanjang tahun 1970. Pada tahun 1990, komunisme Uni Soviet runtuh serta perang dingin berakhir. Kemudian setelah Perang Dunia II berbagai negara kapitalis dan komunis mulai bersaing di bidang ekonomi, politik dan budaya. Serta perobohan tembok Berlin yang ikut menyemarakkan gejolak dan perubahan dramatis yang lama terjadi belakangan ini.


    Teknologi baru pun bermunculan dan mulai menggantikan peran dan pekerjaan manusia dan mengubah pola kehidupan sehari-hari.


    Tak dapat disangkal, budaya media memang budaya yang dominan saat ini, ia telah menggantikan bentuk budaya tingkat tinggi (high level). Budaya media juga menggiring masyarakat ke arus yang dibentuk media, menuntun dalam pembawaan dan pengembangan diri dalam sehari-hari, serta membentuk berbagai nilai dan tujuan sosial.


    Dalam era yang sama, para pakar ekonomi berpendapat bahwa saat ini kita tengah memasuki suatu masyarakat “Post-Fordis yang ditandai dengan adanya produksi dan konsumsi secara missal serta regulasi negara terhadap ekonomi dan budaya massa yang homogen. Konteks ini menyebuktan media merupakan ajang persaingan untuk mempromosikan agenda dan ideoogi mereka yang kerap kali menghasilkan pertikaian dan sering menggunakan cara-cara yang kontradiktif.


    2.1. Perang teori


    Perkembangan “demam teori” -wacana teoritis baru yang menimbulkan kegirangan berlebihan- yang pertama kali muncul di Perancis pada 1960 mengambil bentuk perang teori. Tergabung diantaranya berbagai teori baru seperti Marxisme, feminisme, psikoanalisis, post strukturalisme, postmodernisme dsb yang digunakan untuk kegiatan analisis dan praktis.

    2.2. Pendekatan Kajian Kultural (cultural studies)


    Cultural studies dikaji untuk menyusun teori mengenai kerumitan dan kontradiksi dampak dari media/budaya/komunikasi dalam kehidupan dan menunjukkan bahwa artefak dapat menawarkan berbagai sumber daya bagi perlawanan dan perubahan.

    2.3. Mahzab Frankfurt


    Mahzab Frankfurt mengawali kajian kritis atas komunikasi dan budaya massa pada 1930-an dan mengembangkan model awal kajian kultural. Ini menggabungkan ekonomi politik media, analisis budaya atas teks, dan kajian atas resepsi audiens terhadap berbagai dampak sosial dan ideologis dari budaya dan komunikasi massa. Mahzab Frankfurt juga mendikotomi budaya ke dalam budaya tinggi dan budaya rendah. Ia memandang bahwa semua budaya massa bersifat rendah dan ternodai, hingga berujung pada penipuan massal konsumen pasif. Hal ini banyak menimbulkan kontra. Namun, di sisi lain Mahzab Frankfurt bermanfaat dalam meluncurkan beragam kritik ideology yang sistematis dan berkelanjutan dalam industri budaya, menampilkan berbagai norma dan praktik sosial dsb.

    2.4. Kajian Kultural Inggris dan Warisannya


    Cultural studies Inggris muncul pada dekade 1960-an. Ini menempatkan budaya dalam teori produksi dan reproduksi sosial, memperjelas bagaimana peran dari bentuk-bentuk budaya. Cultural studies di Inggris cenderung mengabaikan budaya tinggi. Ia dianggap gagal dalam melawan modernism dan budaya tinggi. Dalam perkembangannya kajian cultural di Inggris juga mengalami persoalan terutama seputar istilah. Sebenarnya diawal teori ini digagas timbul wacana untuk menggunakan istilah populer sebelum akhirnya muncul istilah cultural studies. Kajian cultural ini juga dihiasi oleh beberapa pergulatan politis.

    2.5. Kajian Kultural Postmodern


    Postmodern kerap kali dianggap sebagai sinonim dari masa modern. Kemudian istilah postmodern sendiri telah banyak dicoba diartikan di berbagai bidang seperti arsitektur, kesenian dsb. Dari hanya istilah postmodern mengundang banyak perdebatan dialektis. Dalam teks sendiri saya tidak melihat adanya definisi tegas dari penulis mengenai postmodern. Namun dikatakan bahwa teori postmodern telah menembus hampir seluruh disiplin akademik, menghasilkan beragam kritik atas teori modern.



    Berbagai kelompok orang yang tersisihkan dalam masyarakat telah menjadikan istilah ini milik mereka dan menggunakannya untuk melawan tatanan baku yang mapan.


    Dalam hal ini, cultural studies bertugas untuk menerangkat dan memetakan masyarakat dan budaya kontemporer kita ini, menentukan penting atau tidak pentingnya wacana postmodern ini. Kellner menyebutkan bahwa sekarang ini kita tengah berada di era modern yang menua dan sebuah era postmodern yang masih harus digagaskan, digambarkan, dan dipetakan dengan memadai.


    Bahan bacaan diambil dari: Kellner, Douglas, 2010, Budaya Media: Cultural Studies, Identitas dan Politik antara Modern dan Postmodern, Jalasutra:Bandung


  2. 0 comments:

    Posting Komentar