Oleh:
Sari Riantika Damayanti[2]
Signifikansi media kian besar. Dalam konteks institusi politik, Ia menjadi mediator untuk merangkum suara pihak-pihak yang mempunyai berbagai kepentingan serta aspirasi politisnya. Jika diilustrasikan dengan letak, media berada pada posisi tengah sebagai institusi netral yang tidak terintervensi oleh pihak manapun.
Hal ini mendapat pandangan pesimis dari kehidupan nyata. Merujuk pada kaum kapitalis misalnya yang menggunakan media massa sebagai alat untuk memanipulasi massa seperti pengiklan dan pemilik media. Sebab, dua aktor kapitalis inilah yang memegang kontrol utama dan memonopoli pasar secara massif. Lalu, media pun secara sadar mau pun tidak tergerus oleh fenomena ini untuk ikut serta menjalankan rutinitas ekonomi-industri yang mengarah pada pencarian keuntungan.
Namun di lain sisi media juga dianggap memiliki peran penting dalam mempengaruhi dan mengukuhkan institusi dalam berbagai kebijakan. Karena ia berada dalam posisi netral, media dibolehkan untuk mengecek tindak-tanduk pemerintahan atau permainan aktor-aktor pemilik kepentingan sehingga kebijakan pun bisa diinterupsi melalui media yang memuat aspirasi (kelompok) masyarakat.
Dalam teks dijelaskan mengenai pernyataan institusional.[3] Hal ini bukanlah diartikan sebagai definisi mengenai agregasi tindakan individu, melainkan suatu tingkatan yang terpengaruh oleh proses politik dan akibatnya yang mengacu pada produksi suatu pola rutin.[4]
Saat ini penetrasi media merambah ke setiap detil kehidupan manusia. Ia dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah misal dalam praktik penyelenggaraan korupsi atau berbagai tindakan curang lainnya. Sehingga, media juga dikatakan berperan dalam mekanisme proses perubahan sosial. Pesona media terkadang tidak dapat dihindarkan oleh para pemilik kepentingan baik untuk arena pertarungan bisnis maupun penggunaannya untuk “cuci nama” atau membangun citra.
Kebebasan media menjadi suatu kadar tertentu bagi interfensi pemerintah untuk alasan kontrol atau mempengaruhi konten dan aliran media dalam pemenuhan kebutuhan informasi bagi masyarakat.[5] Pemerintah memiliki kontrol dan pengaruh terhadap konten media yang kemudian sirkulasi informasi ini diakses oleh masyarakat.
Tolak ukur bagi kebebasan media dalam suatu negara, antara lain legal environtment - melihat sesuatu di luar media yang membatasinya-. Selain itu juga political environtment -mengukur derajat politis yang dilakukan dalam usaha mengontrol pemberitaan media massa.
Ilmuan politik mengkaji peran media sebagai wahana pembentukan opini public dan menginformasikan pada para elektorat.[6] Sedangkan dalam kajian ekonomi media memasukkan alat ekonomi untuk kajian terhadap organisasi industri media dan memperdalam pertanyaan terkait teori dan empiris termasuk mengenai regulasi media, status kepemilikan, dan hak kekayaan intelektual, inovasi, iklan, dll
Selain memiliki daya tarik, media juga memicu kekhawatiran khususnya bagi kalangan elit politik dan pemerintah bahwa media juga dapat mengancam ketahanan nasional suatu Negara. Sehingga kebebasan media pun di beberapa Negara masih dibelenggu. Berdasarkan data, dalam skala dunia sekitar 33 persen media masih bersifat tidak bebas dan 30 persen lainnya hanya separuh bebas.
Keberadaan literatur dalam wilayah ini dapat dipecah menjadi dua kategori: peran media dalam menegosiasikan hal-hal prinsipil dan implikasi ekonomi berdasarkan struktur kepemilikan yang berbeda-beda.
Media juga dapat mempengaruhi kognisi khalayak yang diinternalisasi secara terus menerus sehingga kebijakannya akan sesuatu terkadang kebanyakan dibentuk oleh media. Ia juga mampu memulai perubahan baik secara gradual maupun holistik terhadap keberadaan institusi-institusi yang ada, memberikan pengetahuan umum untuk memperkuat keyakinan individu terhadap sesuatu.
Media dapat menjadi katalis –mempercepat atau pun menyeimbangkan- proses perubahan institusional. Efek-efek ini dispesifikkan lagi menjadi 3(tiga): Efek gradual, efek pungtuasi, dan efek peneguhan. Sebagai efek gradual, media secara bertahap menunggangi persepsi, ide dan informasi dalam tataran kognisi publik dengan repetisi-repetisi informasi yang digencarkan. Efek pungtuasi terkait dengan kemampuannya membiaskan ruang privat dan publik yang memperbesar peluang terjadinya perubahan institusional. Sedangkan pada efek peneguhan terkait perannya menyediakan kerangka pengetahuan umum secara positif untuk memperkuat keyakinan masyarakat memandang sesuatu.
Kemampuan media lainnya yaitu perannya dalam menciptakan konsensus secara tertulis maupun tidak terhadap institusi-institusi baru yang berkontribusi terhadap keberlangsungannya media sendiri terhadap institusi.
[1] Bahan bacaan diambil dari buku “Handbook of Politics” oleh Kevin T Leicht dan “Media, Development, and Institutional Changes” oleh Christoper L Coyne. Dikerjakan untuk memenuhi mata kuliah “Media dan Sistem Politik”. Dosen: Fernando Rahadian Srivanto.
[2] Mahasiswa Kajian Media, Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. NIM: 209000056
[3] .T. Leicht dan J.C. Jenkins, 2010, Handbook of Politics: State and Society in Global Perspective. Hlm. 16
[4] K.T. Leicht dan J.C. Jenkins, 2010, Handbook of Politics: State and Society in Global Perspective. Hlm. 32
[5] Goldberg 2003 and Kuypers 2002) dalam Christoper L Coyne, 2009, Media, Development, and Institutional Changes: Edward Elgar Publishing Limited. Hlm 3
[6] Elektorat: orang-orang yang boleh memilih dalam pemilu; golongan masyarakat yang memiliki hak untuk memilih
0 comments:
Posting Komentar